Ketika Pengembang Aplikasi Harus “Move On”…


Hari Jumat minggu lalu, saya mengikuti acara Bancakan 2.0 di Jogjakarta yang bertema “Mobile Opportunities in Indonesia”. Salah satu pembicaranya, Deddy Avianto, mengangkat sebuah topik yang menarik yaitu “Optimalisasi Kongsi” dan salah satu slide presentasinya sangat menarik perhatian saya. Di slide presentasi tersebut pak Deddy menjabarkan tentang poin-poin di mana pengembang aplikasi harus “move on”.

Slide presentasi "Harus Move On!" dari pak Deddy di meetup Bancakan 2.0
Slide presentasi “Harus Move On!” dari pak Deddy di meetup Bancakan 2.0

Jika dilihat sekilas saja mungkin slide presentasi dari pak Deddy ini terlihat agak aneh dan mungkin membuat beberapa orang bingung apa korelasinya antara pengembang aplikasi dengan “move on” dan dengan keempat poin di atas. Saya akan menjelaskan keempat poin dari slide presentasi di atas yang menurut saya sangat berguna bari para pengembang aplikasi.

Karena Coding Only itu gak cukup

Faktanya adalah sebelum orang (tertarik) unduh apps/games di market apapun, yang pertama dilihat adalah icon, screenshots dan deskripsi. Sebagus apapun apps/games yang kalian bikin, kalau mengabaikan elemen tersebut, gak yakin deh bakal banyak yang download! – Deddy Avianto

Apa yang pak Deddy katakan tentang poin ini adalah benar dan memang realitanya seperti itu. Sebelumnya, di TeknoJurnal sendiri pernah dibahas secara mendalam tentang hal ini di artikel “Membuat Produk Aplikasi Itu Bukan Hanya Tentang Koding” dan “Kekuatan Desain dan Navigasi pada Aplikasi Mobile“.

Ketika saya diundang menjadi pembicara di acara-acara seputar pengembang aplikasi, saya juga sering menekankan poin ini. Salah satu kelemahan yang saya sering temukan di tim pengembang aplikasi yang sedang mengembangkan sebuah produk aplikasi adalah anggota timnya semuanya adalah pengembang aplikasi dan fokus di hal-hal teknis pembuatan aplikasi saja. Menurut saya, tim semacam ini adalah salah satu pertanda “kiamat” dari produk aplikasi yang sedang mereka buat.

Dalam membuat sebuah produk aplikasi, pengkodingan aplikasi itu hanya sebagian dari keseluruhan hal yang diperlukan dalam membuat sebuah aplikasi yang berkualitas. Realitanya, kebanyakan pengembang aplikasi ketika membuat desain antarmuka, icon, judul, maupun deskripsi aplikasi tidak dapat membuat hal-hal tersebut dengan benar dan sering kali meremehkannya padahal hal-hal tersebut sangat penting. Tentu saja ada pengembang aplikasi yang multi talenta, selain pintar dalam mengkoding aplikasi juga pintar dalam membuat hal-hal non teknis di pembuatan aplikasi namun pengembang aplikasi semacam ini tidak banyak.

Menurut saya akan lebih baik dalam membuat sebuah produk aplikasi jika di tim yang bersangkutan selain ada orang yang pintar dan mengurusi hal teknis seperti pengkodingan aplikasi juga harus ada orang yang mengurusi desain aplikasi, icon, judul, deskripsi aplikasi dan hal-hal non teknis lainnya.

Karena Lanang Kabeh itu suram

Ya gitu deh… – Deddy Avianto

Saya kira tidak perlu banyak menjelaskan tentang hal ini :) Kebanyakan tim pengembang aplikasi yang saya tahu anggota timnya semuanya adalah laki-laki. Tidak 100% salah menurut saya namun juga alangkah lebih baik lagi jika di timnya ada yang perempuan. Kenapa? Hal ini karena perempuan dapat memberi masukan yang berbeda ke anggota tim tentang produk aplikasi yang dibuat apalagi jika produk aplikasi yang dibuat temanya seputar hal-hal yang berkaitan dengan perempuan. Selain itu juga sudah umum diketahui bahwa perempuan biasanya memiliki keunggulan-keunggulan yang berbeda dibanding laki-laki yang tentu akan menunjang performa sebuah tim.

Karena Gak Eksis itu seret rejeki

Gunakan lah semua jalur jejaring sosial dengan baik dan benar untuk memperkenalkan identitas dan juga karya kalian. Selain itu, manfaatkan juga semua event offline untuk lebih bersosialisasi. Percuma kalian jago kalau gak ada yang tahu! – Deddy Avianto

Poin ini adalah salah satu poin yang juga saya sering tekankan ketika saya presentasi di hadapan pengembang aplikasi. Berkenalan dengan banyak orang dan menunjukkan eksistensi diri itu penting karena banyak rejeki yang bisa didapatkan jika kita dikenal oleh banyak orang baik itu personal atau kemampuan kita. TeknoJurnal sendiri bisa berkembang hingga saat ini karena dibantu oleh banyak teman-teman TeknoJurnal, hampir semua proyek yang kami dapatkan di TeknoJurnal didapat melalui kenalan-kenalan dan eksistensi kami.

Perlu dicatat bahwa berkenalan dan meng-“eksis”-kan diri itu bukan berarti sombong. Hal ini sangat penting dan juga menjadi salah satu kekurangan yang saya sering lihat di tim pengembang aplikasi. Seperti yang pak Deddy katakan, percuma jika kita mempunyai karya dan kemampuan yang bagus jika orang tidak kenal kita. Jika malu untuk eksis dan berkenalan dengan banyak orang, maka hapuslah rasa malu itu.

Karena Terlalu Serius itu cepet mati

Poin terakhir dari pak Deddy ini juga tidak kalah penting dibandingkan dengan poin-poin sebelumnya. Jika kita terlalu serius dalam membuat aplikasi dan melupakan unsur-unsur yang “fun” dalam proses membuat sebuah aplikasi mungkin anggota-anggota tim yang membuat aplikasi tersebut akan cepat stress atau bosan. Tentunya jika seluruh anggota tim menjadi stress atau bosan karena efek dari terlalu serius dalam membuat sebuah aplikasi akan berdampak pada penurunan performa dari tim itu juga atau malah lebih parahnya bisa berakibat pada keluarnya salah satu anggota tim.

~

Secara keseluruhan, para pengembang aplikasi harus dapat “move on” dari kebiasaan lama yang sudah menjadi “penyakit” di kalangan pengembang aplikasi ketika membuat sebuah produk aplikasi. Poin-poin di atas juga bukan berarti jika dijalankan 100% produknya akan menjadi sukses, poin-poin tersebut hanya memperbesar kemungkinan sebuah tim pengembang aplikasi dalam sukses membuat sebuah produk aplikasi. Tentu juga masih ada kemungkinan sebuah tim pengembang aplikasi dapat mensukseskan produk aplikasi yang mereka buat tanpa menjalankan keempat poin di atas.

,