Benarkah Indonesia Darurat Tenaga Kerja Digital?


Benarkah Indonesia Darurat Tenaga Kerja Digital Header[Dokumentasi Dicoding]

Benarkah Indonesia darurat tenaga kerja di bidang digital? Pertanyaan ini akan menjadi salah satu pertanyaan yang mungkin muncul saat era industri digital semakin menanjak pesat seperti sekarang ini.

Mungkin banyak dari kita sependapat, bahwa pesatnya arus pertumbuhan teknologi digital merupakan sebuah masalah sekaligus peluang besar yang harus dimanfaatkan oleh hampir semua perusahaan di dunia, termasuk juga perusahaan-perusahaan di Indonesia.

Namun tidak bisa dipungkiri, untuk bisa memanfaatkannya, perusahaan-perusahaan membutuhkan banyak hal, tak terkecuali tenaga ahli atau pun tenaga kerja dengan jumlah banyak, yang handal di bidang tersebut.

Menjawab kebutuhan tersebut, sebuah startup lokal dan jaringan pengembang yang memiliki fokus pada pengembangan pendidikan IT, Dicoding, mengungkapkan data-data statistik yang cukup menarik, yang berhasil diperolehnya hingga awal tahun kelima perusahaan tersebut.

Dalam kurun waktu sekitar empat tahun, perusahaan yang berbasis di Bandung tersebut berhasil mencatat, setidaknya telah diikuti oleh sejumlah 140,000  pengembang IT yang berasal dari 454 kota dan kabupaten.

Dan dari jumlah tersebut, sebanyak 800 pengembang merupakan anggota dari sebuah startup, yang ingin meningkatkan kualitas karya digitalnya melalui program-program yang diselenggarakan oleh Dicoding.

Para pengembang yang telah bergabung di platform tersebut pun telah menghasilkan hingga lebih dari 5,200 karya digital yang sudah diunduh hingga 225 juta kali, termasuk game, aplikasi mobile, dan web, dari 162 tantangan yang terdapat pada platform tersebut.

Dari data-data statistik ini, Dicoding seolah ingin menunjukkan bahwa Indonesia sebenarnya memiliki cukup sumber daya manusia di industri digital, yang bahkan kualitasnya tidak kalah dengan orang-orang dari luar negeri.

Namun tidak bisa dipungkiri, guna mencapai hal tersebut, Dicoding telah melakukan banyak upaya, seperti bekerja sama dengan sejumlah pelaku industri, badan pemerintah, serta penggiat komunitas IT, misalnya Google dan Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (BEKRAF).

Dan bahkan untuk memastikan kebutuhan tenaga industri digital tetap tercukupi, Dicoding pun berencana akan membuka beberapa kelas baru yang terverifikasi oleh pelaku industri seperti Google dan Asosiasi Game Indonesia.

Dan di samping itu, mereka pun tetap menjalankan kelas-kelas yang sudah ada, seperti kelas online Android, Kotlin, Game, Azure Cloud, AWS Associate, dan Progressive Web Apps.

CEO dan Founder Dicoding, Narenda Wicaksono mengungkapkan, ”Visi Dicoding adalah menjadi jaringan terbaik untuk developer di Indonesia. Untuk itu, Dicoding memiliki dua misi utama. Pertama adalah membantu developer untuk menjadi entrepreneur yang mampu mengembangkan produk kelas dunia. Kedua adalah melahirkan sebanyak mungkin talenta digital siap kerja untuk kebutuhan industri IT di Indonesia.”