Android saat ini telah menjadi mobile OS yang sangat disayang bagi para vendor mobile phone dan juga tablet di seluruh dunia. Terbukti dengan jumlah pengapalan handsert berbasis Android yang dua kali lipat lebih banyak dari pesaingnya yaitu RIM dan Apple. Android berhasil memberi keuntungan yang belum bisa di capai oleh OS Mobile lainnya yaitu “freedom dan fleksibilitas”. Para vendor bisa menggunakan OS ini secara gratis, selain itu mereka dapat melakukan modifikasi yang sesuai dengan produk handset yang mereka keluarkan. Jadilah para vendor ini bisa menciptakan OS Android khas mereka.
Namun, ada beberapa hal tertentu yang harus para vendor perhatikan dalam melakukan proses adopsi Android ke produk mereka. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah masalah “branding”. Masalah ini menjadi problem tersendiri bagi para vendor pengadopsi Android. Para vendor ini biasanya menginginkan pengguna yang “lengket” terhadap handset produksi mereka, tetapi dengan adanya Android yang notabene dipakai juga oleh vendor lainnya, menjadi sulit untuk membuat konsumen tetap “lengket” dengan satu brand vendor tertentu. Pengguna sulit loyal karena biasanya mereka malah menyukai “Android” ketimbang “brand” dari si vendor.
Jika seseorang memiliki smartphone ber-Android, tentunya mereka bisa mengakses aplikasi yang ada di Android market, yang notabene aplikasi ini bisa berjalan di smartphone manapun yang terdapat android di dalamnya. Akibatnya seseorang saat ini bisa menggunakan HTC Nexus One, tetapi ketika ada vendor lain seperti Motorola mengeluarkan produk ber-Android yang baru maka tidak ada pengikat yang dapat membuat konsumen tetap “lengket” di produk HTC. Dengan Android aplikasi tidak bisa mengikat konsumen terhadapa vendor tertentu, beda halnya dengan RIM (Blackberry) yang mengikat konsumen dengan BlackBerry Messenger, atau iPhone dengan iBook, iTunes dan varian lainnya, atau bahkan dengan Nexian dengan Nexian Messengger-nya. Konsumen bukannya “lengket” ke handset, tapi lebih “lengket” ke OS nya, yang mana adalah Android OS.
Sampai saat ini saya rasa baru ada dua vendor yang berhasil mengatasi masalah ini, mereka adalah Motorola dan HTC. Untuk Motorola kita dapat ambil contoh dari Atrix 4G, yang memiliki keunggulan lain daripada sekedar OS Android. Atrix 4G ini dapat dikoneksikan ke PC atau Notebook pengguna, sehingga dapat menjalankan aplikasi Android di PC/Notebook anda. Tentunya hal ini belum diimplementasikan oleh vendor lainnya, dan jelas cukup menjadi magnet bagi konsumen untuk tetap lengket dengan innovasi motorola pada handset ber-Android mereka.
Berikutnya ada HTC yang membuat UI khusus yang bernama Sense UI untuk handset Android mereka. Dengan keunikan UI yang di tawarkan HTC ini, berefek pada pemikiran konsumen bahwa HTC adalah vendor yang produk handset Android-nya memiliki keunikan tersendiri. Akibatnya, konsumen lengket dengan produk HTC yang ber-android dan juga dengan produk HTC lainnya yang non-Android.
Jadi, bagi vendor yang tidak bisa menciptakan keunikan tersendiri dari pengimplementasian Android ini, maka bersiaplah merek dagang anda berubah menjadi Android.
Setelah kita lihat dari sisi “brand”, sekarang mari kita lihat dari sisi aplikasi. Aplikasi-aplikasi yang ada di Android cukup berkualitas. Tapi untuk para vendor ini bisa menjadi sebuah masalah. Android menawarkan kecanggihan aplikasi, tapi tidak menawarkan aplikasi yang mengikat. Sebagai contoh, anda bisa menjalankan Android Market di banyak vendor, dari HTC, Motorola hingga handset lokal seperti Nexian dan kawan kawannya. Akibatnya anda bisa berpindah dari HTC, Motorola, Nexian dan sebagainya karena aplikasinya bisa diakses dari seluruh handphone ber-Android ini.
Jika ingin konsumen loyal dan lebih “lengket”, sebaiknya sediakan aplikasi yang hanya bisa diakses jika anda menggunakan merek handset tertentu. Sebagai contoh adalah Nexian Journey, yang memiliki Nexian Messenger di dalamnya, dan tentunya hanya bisa digunakan antar pengguna Nexian. Semakin pengguna terikat oleh satu aplikasi ataupun komunitas, maka selanjutnya mereka akan setia dengan vendor tersebut.
Poin terakhir adalah “Sejarah Google dan Android”. Jika kita lihat kebelakang Google melakukan brand Android di HTC yang notabene perusahaan yang bermarkas di Taiwan. Menurut opini saya HTC dipilih karena lokasinya yang berada di Asia dan memiliki hubungan industri yang erat dengan Cina. Mengapa harus Cina? Kalau kita telusuri industri mobile phone di China berkembang pesat, khususnya pasar handphone replikanya.
Dengan adanya Android, vendor yang ada di Taiwan maupun di Cina bisa me-“replika” handset tersebut dan kembali diekspor untuk menjadi brand lokal di beberapa negara. Fakta di lapangan mengatakan bahwa produk Cina ini sangat populer, selain harga murah dan juga jenisnya yang beragam. Di sini taktik Google menurut saya sangat berhasil, dengan menyediakan OS canggih yang bisa running di handphone Cina. Nah disinilah Google sangat lihai melakukan strategi brand mereka, dengan hanya menjual OS saja dan melepasnya ke China, mereka sudah mendapatkan user, vendor global, ekspose, akses vendor lokal, dan yang paling utama adalah brand. Akibatnya sangat sulit mengalahkan nama Android bagi para vendor yang belum global, maka jadilah vendor yang masih kecil brandnya, termakan oleh brand Android.
Saya ingin sedikit mengambil isu yang cukup hangat akhir akhir ini mengenai Nokia yang mulai terdesak dan diisukan akan memakai OS Android. Menurut saya pribadi Nokia juga agak berhati-hati jika harus berpindah OS, karena seperti 3 poin diatas, mereka harus memikirkan branding, aplikasi, dan juga history serta tidak lupa loyalitas pengguna. Jika Nokia benar menggunakan Android, bukan tidak mungkin pengguna yang telah loyal kepada brand dan produk mereka jadi membandingkan dengan kompetitor lainnya. Selain itu mereka (Nokia) sudah memiliki OVI Store yang agak sulit jika harus berganti ke Android Market. Nokia sendiri sudah memiliki pasar untuk high end hingga low end, sungguh sangat disayangkan jika harus berbagi brand dengan masuknya Android. Sedikit keluar dari topik, saya rasa Nokia tetap bisa bersaing dengan OS Android, jika memiliki aplikasi yang mengikat pengguna.
Yap sedikit menarik kesimpulan dari tulisan di atas, bahwa Android adalah murni OS yang berbisnis secara cerdik dengan menggaet banyak vendor. Mereka tidak memiliki handset, tetapi sering sekali disebut sebagai salah satu jenis handset. Dengan begitu para vendor yang mengadopsi Android harus berhati hati agar brand mereka tidak termakan oleh Android. Selain itu modifikasi dan innovasi dengan menggunakan Android dirasa sangat penting untuk tetap eksis memproduksi handset berbasis OS besutan google ini.