Groupon? Disdus? DealKeren? Apa Yang Spesial Dari Mereka???


Deal of the DayBaru-baru ini saya sedang tertarik mendalami web-web yang menawarkan servis penawaran kupon diskon ala Groupon walaupun model web seperti ini sebetulnya sudah agak lama nge-hype. Saya ingat dulu pas awal-awal Groupon diluncurkan, banyak sekali media seperti TechCrunch dan Mashable yang memberitakan kecanggihan Groupon, namun begitu saya masih acuh dulu (maklum sibuk ngantor hehe :) ) .

Seperti pada judul, saya awalnya tidak mengerti apa yang spesial dengan Groupon beserta klon-klonnya yang marak sekali. Namun akhirnya saya nyerah untuk mengacuhkan web dengan servis berbasis kupon ini setelah saya membaca artikel di DailySocial tentang 3 klon Groupon lokal: Disdus, DealKeren, dan Fanesia. Hal ini lalu menarik minat saya dan bertanya-tanya sebegitu besarnya kah efek Groupon hingga sampai ke talenta startup Indonesia? Apa yang spesial dengan web-web yang menggunakan model bisnis seperti ini?

Bayangan saya ketika saya beberapa waktu lalu mendengar Groupon adalah mirip dengan kupon-kupon konvensional yang biasa kita dapatkan ketika berbelanja di supermarket atau ketika membeli koran/majalah yang mana sepertinya sering oleh kalangan non-ibu-ibu. Well…. sepertinya pemikiran saya ini antara salah dan benar. Baik kupon konvensional maupun kupon ala Groupon sama-sama memberikan potongan harga, salah satu pembedanya adalah pada prosedurnya. Berikut adalah prosedur singkat yang saya dapatkan baik itu di Disdus maupun DealKeren:

  1. Web ala Groupon menampilkan penawaran kupon diskon yang tersedia saat ini
  2. Pembeli membeli kupon yang mereka minati
  3. Pembeli tinggal menukarkan kupon yang mereka miliki ke tempat yang tertulis pada kupon tersebut untuk menikmati produk yang mereka inginkan

Cukup simple prosesnya, dan model bisnis seperti ini sepertinya sangat menguntungkan baik itu untuk konsumen, penyedia servis kupon, dan pebisnis. Sederhananya seperti ini konsumen mendapat keuntungan dari potongan harga yang ditawarkan, web ala Groupon mendapat keuntungan dari potongan yang didapat dari setiap pembelian kupon, dan pebisnis mendapat promosi dari penjualan kupon ini. Promosi semacam ini untuk para pebisnis lebih murah daripada harus memasang iklan seperti di billboard atau koran. Mereka hanya harus membayar sesuai dengan berapa banyak kupon yang dibeli. Dan diskon seperti ini juga tidak merugikan pebisnis karena mereka tetap mendapat keuntungan setelah produk mereka dipotong diskon. Simbiosis mutualisme yang sangat baik sekali bukan untuk semua pihak?

Walaupun begitu, untuk Groupon sendiri jika konsumen yang membeli kupon tidak mencapai batas minimum, maka baik Groupon maupun pebisnis tidak mendapatkan keuntungan. Ntah bagaimana dengan Disdus dan DealKeren tapi berhubung mereka adalah clone dari Groupon ya bisa dianggap sama. Dan Disdus serta DealKeren masih menggunakan transfer rekening untuk melakukan transaksi pembelian kupon, beberapa orang bilang model transaksi seperti ini masih kurang optimal. Payment gateway seperti NSIAPAY sepertinya bisa menjadi alternatif.

Walaupun masih menggunakan transfer rekening, Disdus dan DealKeren nampaknya memiliki prospek yang cukup bagus di Indonesia dengan keuntungan yang ditawarkan. Namun begitu untuk membuat web seperti Disdus dan Dealkeren sepertinya tidak bisa dibuat sembarangan jika dibandingkan dengan membuat web jenis lainnya karena tentu harus memiliki kerja sama dengan pebisnis dan memiliki network yang kuat. Kalau tidak ada kerja sama, maka mereka tidak bisa menawarkan apa-apa untuk para konsumen ketika web mereka diluncurkan.

Menarik bukan hehe, perkembangan kedua clone Groupon lokal ini: Disdus dan Dealkeren patut untuk disimak. Ntah dengan Fanesia karena sampai sekarang webnya belum diluncurkan padahal mereka sudah melewati batas waktu yang mereka tentukan sendiri.