Guest Post: Tiga Era Dalam Dunia Game


Saat menulis tentang “Era social game.. Berakhir?”, saya menemukan artikel yang menarik tentang opini dari Richard Garriott tentang tiga era besar dalam dunia game. Oya, Richard Garriott sendiri adalah seorang game designer/programmer legendaris yang menciptakan seri game Ultima.

Di artikel tersebut, Garriott menjelaskan tiga era besar dalam industri game, yaitu:

Era pertama: Solo player game. Menurut Garriott, ini adalah era di mana si pemain membeli game di toko, lalu menginstalnya di komputer untuk dimainkan.

Era kedua: Massive Multiplayer Game. Di era ini, Garriot menjelaskan tentang dikenalkannya konsep multiplayer dimana pemain bisa memainkan suatu game dengan banyak pemain lain. Namun, di era ini masih terdapat limitasi seperti yang ada di era sebelumnya. “Pemain tetap harus pergi membeli game di toko lalu sebelum bermain pemain perlu membayar tambahan biaya subscriptionnya.”, kata Garriott.

Era ketiga: Social, Casual, Mobile Game. Menurut Garriot, era ini sedang berlangsung sekarang. Suatu era dimana pemain bisa lebih mudah memainkan banyak jenis game. “Pemain tidak perlu lagi pergi ke toko untuk membeli game.”, jelas Garriot. Di era ini, pemain bisa langsung mendownload game yang ingin dimainkan dengan harga yang lebih murah bahkan gratis.

Quo Vadis, Indonesia?

Setelah membaca artikel tentang opini Garriott, saya jadi bertanya-tanya, “Bagaimana dengan era game di Indonesia ya?”

IMHO, era ketiga menurut versi Garriott ini bisa jadi pintu gerbang bagi kiprah developer game Indonesia di industri game internasional, karena saya rasa development game untuk casual/mobile game tidak sekompleks development game Massive Multiplayer. Walaupun mungkin development social game bisa jadi cukup kompleks sih ya… (^^,)

Seperti yang dijelaskan oleh Garriott, banyak perusahaan game besar yang lambat dalam mengantisipasi datangnya era yang baru. Hal inilah yang memberikan kesempatan bagi perusahaan baru untuk muncul dan menjadi besar di era yang baru, seperti Zynga misalnya.

Jadi sebenarnya masih terbuka peluang bagi developer dari Indonesia untuk menembus masuk ke pasar game internasional di era yang ketiga ini. Tapi sukses atau tidaknya berpulang lagi ke tangan para developernya itu sendiri untuk menciptakan game yang fun dan mengembangkan industri game di Indonesia.

Sedikit mengutip kata-kata Habibie, “Quo Vadis, Indonesia?” Mau ke arah mana perkembangan game di Indonesia?

Jawaban untuk pertanyaan itu ada di tangan kita sendiri sebagai developer game.

Happy making game for you all… (^^,)

* artikel ini merupakan hasil edit dan publish ulang dari artikel di blog TheStudioIndependent dengan seizin dari Studio Independent