Harga Sebuah Software


Photoshop PriceSaya sering bertemu dengan orang awam atau orang yang bukan dari bidang TI yang bertanya kepada saya “Berapa sih harga kalo bikin game?” atau “Berapa sih harga kalo bikin software?”. Sulit rasanya untuk bisa mengeluarkan sebuah harga secara langsung karena harga software itu akan sangat bergantung dengan apa saja yang ada di dalam software tersebut. Itu sama saja dengan pertanyaan berapa sih harga nasi goreng? Tergantung, jika beli di pinggir jalan mungkin 5.000 rupiah tapi kalo yang masak Gordon Ramsay mungkin bisa jutaan rupiah.

Kasus nasi goreng yang saya jelaskan tidak berbeda dengan di dunia IT. Harga sebuah software akan sangat berpengaruh dengan kebutuhan kita seperti apa dan siapa yang membuatnya. Jika kita tanya harga untuk membuat website berapa, itu akan sangat tergantung kita mau website yang seperti apa, berapa layar di dalam web tersebut, mau ada fitur apa saja, apakah mau seperti Facebook atau mau portal company profile biasa. Tentu beda dong harga untuk membuat web seperti Facebook yang membutuhkan kemampuan untuk bisa menampung sekian banyak data, memiliki berbagai fitur dan algoritma cerdas, dan lain sebagainya dibandingkan dengan portal yang hanya menampilkan gambar dan tulisan. Jadi itu akan kembali ke bagaimana kebutuhan kita.

Lalu siapa yang membuat juga akan mempengaruhi harga sebuah software. Jika yang membuatnya adalah perusahaan yang belum memiliki pengalaman, isinya anak-anak yang masih baru belajar membuat web, dan belum memiliki portofolio pasti akan beda dengan perusahaan yang sudah memiliki client yang banyak, telah mengerjakan proyek-proyek besar, memiliki pelayanan yang baik, dan sebagainya. Untuk itu, bisa jadi sebuah software dengan spesifikasi yang sama berbeda harganya dari satu software house dengan software house lain.

Masalah yang sering saya temui adalah banyak orang Indonesia yang belum bisa mengapresiasi sebuah karya di bidang TI. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya pembajakan software-software TI di Indonesia. Kita tidak bisa memahami bahwa untuk membuat Adobe Photoshop butuh sekian ratus engineer berkualitas yang gajinya sangat mahal, butuh waktu pengembangan yang lama dan tidak mudah sehingga sebuah software Adobe Photoshop bisa memiliki harga jutaan rupiah. Kita juga tidak bisa memahami bahwa membuat game itu membutuhkan banyak engineer, harus ada multi disiplin dengan bidang seni visual, seni musik, juga kreatifitas dalam membangun gameplay sehingga wajar jika game memiliki harga yang sangat tinggi. Bahkan, mungkin bagi kebanyakan kita mengunduh game dengan harga 1 dolar saja masih tidak mau. Itu mengapa banyak talenta-talenta hebat kita yang akhirnya memilih untuk terbang ke luar negeri dan berkarya di negeri orang dibandingkan harus diremehkan dan dilecehkan karyanya.

Sekarang pertanyaannya, jadi bagaimana kita mengetahui harga sebuah software jika kita ingin membuatnya? Cara paling mudah adalah dengan menggunakan konsultan atau software analist. Biasanya, sebuah perusahaan pengembang software sudah memiliki analis yang akan membantu kita untuk menentukan apa sih sebenernya kebutuhan kita, fitur-fitur apa saja sih yang kita perlukan dan fitur apa yang teranyata tidak perlu ada, dan sebagainya. Analis inilah yang nanti akan merumuskan bahwa software yang anda butuhkan adalah yang memiliki 14 fitur tertentu, waktu pengerjaannya kurang lebih 75 hari kerja, dengan cost per-orang per-harinya dua juta rupiah (ini hampir setengahnya harga SDM di Cina katanya). Nah kalau kita setuju tinggal langsung ke tahap implementasi, kalau mau negosiasi spesifikasi juga bisa tapi kalau tidak mau sama sekali ya sudah tidak apa-apa. Tapi, tentu kita harus tetap membayar analis yang telah mendefinisikan kebutuhan kita itu.

Satu hal yang ingin saya pesankan di sini, biaya pengembangan software itu memang tinggi. Untuk teman-teman freelancer yang belum tahu harga, bisa mencoba bertanya-tanya ke studio game atau software house terdekat biar tidak dibohongi client.

Saya pernah kejadian sedang tender dengan calon client dan setelah melakukan analisis kami dalam menghargai proyek tersebut (3 game) dengan harga di atas seratus juta untuk masing-masing game (karena memang amat kompleks), eh ada freelancer (mahasiswa) yang ngambil ketiga proyek game tersebut dengan harga 10 juta rupiah. Mungkin ini karena si freelancer ini baru.

Dengan harga yang murah tersebut, kalian mau makan dari mana? Kalau sakit, mau berobat di mana? Kalau nanti kalian punya keluarga atau karyawan, dengan harga segitu, bagaimana kalian mau membayarnya? Dan yang paling parah, hal seperti itu bisa berpengaruh terhadap harga pasar dan merusak industri, walaupun kalau client yang cerdas pasti akan curiga kalau ada yang ngasih harga kerendahan. Kalau pasar dan industri sudah rusak di Indonesia, gak heran kalau talenta-talenta hebat kita ujung-ujungnya kabur ke luar negeri di mana mereka bisa lebih dihargai dan diapresiasi.

Artikel ini merupakan guest post dari Adam Ardisasmita. Ia saat ini menjabat sebagai CEO di Arsanesia, sebuah studio game di Bandung. Ia juga merupakan anggota dari komunitas Game Dev Bandung. Pembaca juga bisa mem-follow akun Twitternya di @ardisaz