A self-taught entrepreneur teaching himself through the help of experiences shared with his surroundings. Celebrating Indonesia’s brilliance through web startups. Passionately in-tune with the Geek in him to improvise & innovate creativity wherever he is. Focusing his attentions in building seamless web and mobile experiences. A proud part of Urbanesia and its army of SUPERHEROES
Beberapa waktu lalu pernah nulis artikel tentang AR di DailySocial dan akhirnya atas saran dari salah satu komentator disitu, definisinya gue tambahin di Wikipedia bahasa Indonesia. Definisinya menurut gue sebagai berikut:
Realitas tertambah, atau kadang dikenal dengan singkatan bahasa Inggrisnya AR (Augmented Reality), adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Tidak seperti realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, realitas tertambah sekedar menambahkan atau melengkapi kenyataan.
Yupss biar pada ga misinformation soal AR. Abisnya AR tuh sudah pernah ada dari sejak hp camera phone nokia 7650 dulu. Kalo kita foto kan ada framenya tuh. Itu udah masuk ke AR.
Punya potensi iya cuman kalo ke depannya, harus bisa melepaskan diri dari fungsinya yg sekarang kebanyakan hanya menjadi gimmick. Mungkin sekarang biar orang-orang aware dulu sama teknologinya. Gue yakin ke depannya akan ada banyak ide kreatif yang bisa dihasilkan. Menarik untuk ngeliat perkawinan antara AR dengan Social Network
Kalo sekarang ini karena kebanyakan masih jadi gimmick, yg paling hot di dunia advertising dan media. Di advertising khususnya di bagian below the line (BTL), banyak activation events yang udah menggunakan AR untuk dijadikan gimmick untuk menarik pengunjung. Salah satunya Acer untuk BTL punya campaign namanya Spacer. Pas Indocomtech November 2009 lalu, mereka sebelum event menyebar marker melalui distribution channels mereka. Pas hari h, orang-orang disuruh dateng ke booth mereka untuk liat marker tersebut berubah menjadi apa dan mendapatkan promo yang berhubungan.
Di dunia media ada majalah Esquire, mereka meletakkan marker di majalah mereka, seinget saya di edisi pertama yang menggunakan AR, malah diletakkan di cover kalo pembaca membuka situs mereka, mereka bisa melihat marker tersebut berubah menjadi objek 3D.
Cuman ya itu, karena fungsi yang bisa diterima baru sebatas gimmick, masih belum maximal penggunaannya
Setuju karena AR itu gak seperti Twitter, Facebook, atau social network lain yang sebenernya perpanjangan dari aktivitas yang kita lakukan setiap hari tapi bisa dilakukan online. AR adalah sesuatu yang sangat baru jadi kalo mau bikin business model mesti seputar hal-hal yang kita lakukan setiap hari… contohnya: belanja
Pake hp dan aplikasi AR, masuk ke mall, jalanin aplikasi, liat info tentang barang-barang yg lagi promo, pake AR langsung ketahuan tokonya di lantai berapa aja, masuk ke toko itu, pake AR langsung dapet informasi lebih lagi mengenai barang-barang yang lain yg ada disitu. Cuman itu masih jauh kali yah, menunggu penerimaan dari publik yang lebih luas mengenai AR
Kalo menurut gue, AR itu dari awal sampe sekarang itu hasil perkawinan dari berbagai teknologi dan menghasilkan anak-anak yg unik. Jadi AR mesti kawin lagi nih sama teknologi lain yang bisa lebih “dekat” dengan publik
Selama handset yang bisa AR terbatas hanya di high end handsets, ya masih suram. Tapi kalo sudah terbuka untuk digunakan di low end, alay is the next market to grab. Bayangin kita lagi di mall (lagi), toko-tokonya punya marker di luar tokonya, dengan AR kita arahin ke marker, langsung keliatan siapa mayornya. Social network is about bragging kalo kata Rama Mamuaya, jadi let’s make people brag more.
Gak juga, kalo sekarang kan ada 2 tipe tuh, yang pake marker dan yang markerless. Kalo yg pake marker, asal bentuk marker tersebut dapat membedakan mana yang atas dan mana yang bawah, maka gak masalah. Jadi kalo bikin segitiga, tambahin garis di atasnya biar aplikasi tahu garis tersebut menunjukkan arah atas.
Kalo yang markerless, dengan mengawini computer vision, AR sekarang bisa men-track muka manusia. Kayak yang Transformer dan Iron Man itu. Teknologinya pun banyak yangg open source seperti OpenCV. Cuman memang masih belum matang yg open source, mesti banyak rework. Dulu sempet nyobain untuk detect muka di 1 frame gambar berhasil tapi kalo video feed, mesti banyak coding lagi.
Requirement paling penting: platformnya harus bisa mendukung preview mode di API yang berhubungan dengan camera. Yang kedua: developer yang sama gilanya sama yang mau buat aplikasi tersebut. Yang ketiga: handset buat test karena nyobain di emulator sama aja bunuh diri. Sama 1 lagi, biar hidup lebih sedikit menderita: usahain platformnya ada OpenGL atau 3D software library, bikin dari 0 bisa abis waktu disitu doang.
Platform yg disarankan: Android, iPhone, dan Symbian. Di Android dan iPhone tergantung hardwarenya, kalo iPhone sudah pasti bisa sejak versi 3G tapi paling top sejak 3GS.
O yah kalo mau cobain cross platform, pake flash sangat ampuh buat AR. Banyak library yang sudah jadi seperti FLAR dan FLARManager. Jadi hitung2an matematis sudah dilakukan sama library itu, kita tinggal berkreasi. Cuman sayangnya khususnya di Flash, library-library diatas semua software rendering jadi performa gak akan sebaik hardware rendering… moga-moga dengan Flash 9 yang sudah ada dukungan 3D bisa menghasilkan yang lebih ok.
Kendala paling utama gak punya test case… Kalo develop mobile application kan kita bisa deploy langsung untuk ditest sama publik, kalo AR macam mana? Cuman ya dengan keterbatasan-keterbatasa semacam ini makannya mesti kreatif. Pengen diseriusin tapi balik lagi nunggu publik untuk bisa bilang AR bukan hal baru. Baru deh disuntikkan dengan sesuatu yg lebih fresh.
Publik tuh maksudnya orang-orant IT kalo di kalimat di atas loh, abis masih banyak orang-orang IT yang gak tahu AR itu apa. Muakannya, mesti banyak bertapa dulu dan pelan-pelan ngeluarin produk yang berbau AR dikit kayak QR Code biar pelan-pelan bisa diterima. Dengan QR Code, orang terbiasa dengan marker jadi moga-moga kalo ada marker AR lebih mudah diterima.
Hmm berat neh pertanyaannya… ukurannya menurut gue penerimaan udah ok di orang-orang IT, jadi dengan begitu hubungannya menurut gue sama penetrasi Internet dulu ke publik terutama di mobile… Dari 80 juta pengguna mobile, cuman berapa persen yang punya smartphone yang online? Jadi kita dari 2 ukuran tersebut lah bisa kita benchmark, lalu setelah itu baru mulai yang gila-gila.
Dengan startup lokal yang sudah bergerak, gue rasa 2-3 tahun bisa jadi angka yang masuk akal. Syukur-syukur tahun depan bisa.
Ya itu, alay reality. Big idea-nya: berikan kesempatan untuk orang bisa show off ann bragging dengan social network, lalu tampilkan fotonya minimal… kalo internet sudah cepet, sekalian aja video
~
Untuk info tambahan, Urbanesia tempat dimana Tista bekerja saat ini juga mengimplementasikan AR di aplikasi mobile mereka, kalau ada pembaca yang punya gadget Android bisa langsung scan QR Code di bawah ini:
Dan untuk melihat deksripsi tambahan dari Tista mengenai AR di dunia mobile bisa dilihat di artikel wikipedia berikut: http://id.wikipedia.org/wiki/Augmented_reality
Cisco mengungkapkan tiga kerentanan dalam layanannya. Ini dia penanganannya!
Ini ulasan mengenai keuntungan OptimalCloud Partner Platform, platform baru milik Optimal idM!
Google kenalkan dua koleksi baru dari Coral. Dua koleksi baru ini bakal menambah kemampuan pengembangan…
Raksasa Google baru saja mengembangkan sistem pemindaian kanker payudara berbasis kecerdasan buatan. Bagaimana hasilnya, berikut…
Meski dikenalkan bersamaan dengan Android 10 Beta, sampai kini Bubbles Notifications masih dalam tahap pengembangan.…
Samsung akan kembali memamerkan hasil program C-Lab ke ajang CES 2020. Ini dia proyek dan…