* catatan editor: bagi pengembang aplikasi yang sedang mengembangkan usahanya sendiri di bidang digital (atau bahasa kerennya startup), branding adalah salah satu ilmu yang menurut saya harus dipahami walaupun branding adalah ilmu non-teknikal.
Kebetulan beberapa bulan yang lalu saya sempat bertemu dengan seseorang yang bergerak di bidang bisnis brand terutama di brand digital. Beliau adalah Herman Kwok (CEO Klix Digital & Semut API Colony) dan saya belajar sedikit banyak tentang dunia brand tersebut dari beliau. Saya akan coba berbagi beberapa hal yang menarik seputar brand dan branding.
Ketika ditanya apa itu brand? Jawaban paling mudahnya adalah brand itu janji. Apa yang disampaikan oleh brand merupakan janji dari apa yang akan kita dapatkan dari produk/jasa/objek tersebut.
Fungsi dari branding adalah untuk membentuk persepsi ke konsumen. Tahapan yang dikejar pertama adalah membangun awareness, membangun image, membangun preference, dan yang paling terakhir adalah membangun loyalty. Klasifikasi branding sendiri bermacam-macam, ada city branding, corporate branding, environment branding, product branding, internal branding, personal branding, dan lain-lain.
Metode branding sendiri bermacam-macam dan sangat menarik. Saya ingin mengambil contoh salah satu pekerjaan Klix Digital dalam melakukan personal branding di salah satu proyeknya. Poryek yang menarik adalah ketika perusahaan tersebut menangani branding dari seorang politisi untuk mengubah image keras menjadi bersahabat. Pada proyek ini, baju yang dikenakan oleh sang politisi tiap muncul di publik telah ditentukan. Sudut ketika pengambilan foto juga diatur sehingga menampilkan sisi paling hangat dari beliau. Lalu teks pidato pun dibantu buatkan agar kata-kata yang keluar sesuai dengan image yang ingin dibangun.
Bagi penggiat startup, secara fundamental ada tiga branding yang perlu kita pahami yaituu personal branding, product branding, dan corporate branding. Untuk startup yang model bisnisnya B2C (Business-to-Cosumer), hal terpenting untuk proses branding adalah product branding. Bagaimana caranya agar produk tersebut memiliki keterikatan terhadap para konsumen sehingga muncul awareness, image, preference, dan loyalty dari pengguna terhadap produk tersebut. Media untuk melakukan hal ini dapat menggunakan advertising, media massa, simbol, dan lain sebagainya.
Bagi startup yang model bisnisnya adalah B2B (Business-to-Business), unsur terpenting dalam branding justru ada di personal branding atau corporate branding. Hal ini untuk melahirkan kepercayaan seseorang terhadap usaha yang kita lakukan dan kapasitas kita dalam melakukan hal tersebut karena layanan itu erat kaitannya dengan kepercayaan. Cara membangun personal branding bisa melalui media massa (seperti muncul di TV atau majalah), memenangkan penghargaan, hingga yang paling sederhana adalah dilihat dari update status atau tulisan blognya di dunia maya.
Sebagai penutup, saya mengambil studi kasus yang disampaikan oleh pak Herman mengenai pentingnya branding. Beliau mengambil contoh Starbucks. Sekarang kondisinya begini, saya punya gelas dengan logo Starbucks yang isinya adalah kopi biasa, kira-kira kalau saya jual kopi tersebut seharga Rp.30.000, pasti laku. Sedangkan, jika saya punya kopi Starbucks yang saya tuangkan ke gelas biasa, pasti produk tersebut tidak akan semudah itu terjual dengan harga yang sama. Ini adalah salah satu kesuksesan branding dari Startbucks. Oleh karena itu, saya sendiri saat ini sedang berusaha mendalami lagi mengenai dunia brand agar bisa membangun brand yang tepat untuk ke depannya.
Artikel ini merupakan guest post dari Adam Ardisasmita. Ia saat ini menjabat sebagai CEO di Arsanesia, sebuah studio game di Bandung. Pembaca juga bisa mem-follow akun Twitternya di @ardisaz |