Pernahkah ketika menggunakan sebuah aplikasi mobile dan lalu menemukan fitur premium yang mana diharuskan membayar sejumlah uang setiap rentang waktu tertentu? Atau misalnya harus membayar uang terlebih dahulu tiap rentang waktu tertentu untuk dapat menggunakan aplikasinya? Jika ya maka kamu sudah pernah menemukan model monetasi langganan atau bahasa umumnya subscription.
Model monetasi langganan adalah salah satu model monetasi aplikasi mobile yang paling berpotensial untuk mengeruk banyak keuntungan namun dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi untuk memaksimalkan manfaat yang ditawarkan oleh model monetasi tersebut.
Sederhananya, model monetasi langganan adalah di mana pengguna aplikasi kita harus membayar sejumlah uang setiap rentang waktu tertentu untuk terus dapat menggunakan aplikasi kita atau untuk menikmati konten / fitur premium yang ada pada aplikasi kita.
Untuk benar-benar memaksimalkan model monetasi langganan ini, banyak hal yang harus diperhatikan oleh pengembang aplikasi mulai dari penetapan harga langganan hingga apakah fitur / konten yang disajikan oleh aplikasinya setimpal dengan biaya berlangganan.
Tidak semua aplikasi cocok diimplementasikan model monetasi ini. Jenis aplikasi yang paling sering saya lihat menggunakan mode monetasi langganan adalah aplikasi chatting, aplikasi musik, online game, aplikasi produktivitas, dan aplikasi korporat. Jika sukses menggunakan mode monetasi langganan, biasanya pemasukan yang akan didapat cukup stabil.
Untuk lebih memahami tentang model monetasi langganan ini, mari kita lihat dua contoh aplikasi populer yang menggunakan model monetasi ini: Nexian Messenger dan Evernote.
Mayoritas masyarakat Indonesia pasti sudah tahu tentang Nexian Messenger. Aplikasi chatting dari Nexian ini pernah berjaya 2-3 tahun lalu ketika harga ponsel pintar masih mahal dan banyaknya masyarakat Indonesia yang menginginkan aplikasi chatting sejenis BlackBerry Messenger namun yang dapat dijalankan di ponsel murah.
Untuk menggunakan layanan Nexian Messenger, penggunanya harus berlangganan terlebih dahulu. Biaya langganan aplikasinya yang paling murah adalah Rp. 500 untuk satu hari, nilai uang yang sangat kecil untuk mayoritas orang Indonesia.
Biaya langganan Nexian Messenger sengaja dibuat kecil agar calon penggunanya makin mudah dan tidak sungkan untuk berlangganan. Apalah artinya Rp. 500 untuk kebanyakan masyarakat Indonesia dan itu jauh lebih murah dibandingkan mengirim banyak SMS dalam satu hari yang harga per-SMS-nya biasanya di kisiran Rp.150.
Dengan asumsi Nexian Messenger memilik 500.000 pengguna aktif ketika masa kejayaannya, total pendapatan kotor yang didapat oleh Nexian Messenger berarti 500 x 500.000 = Rp 250 juta per hari atau Rp 7,5 miliar per bulan. Angka yang cukup fantastis bukan?
Untuk yang suka catat mencatat di ponselnya, kemungkinan besar sudah pernah mengetahui atau menggunakan aplikasi pencatatan populer ini. Berbeda dengan Nexian Messenger, Evernote dapat digunakan secara gratis untuk penggunanya. Namun, untuk memanfaatkan fitur premium yang ditawarkan oleh Evernote, pengguna harus berlangganan terlebih dahulu dengan biaya paling murah US$5 per bulan.
Evernote sengaja membuat aplikasinya gratis digunakan selain untuk fitur non-premium untuk menarik banyak pengguna. Ketika pengguna semakin banyak, dari sekian banyak pengguna tersebut pasti ada yang menginginkan fitur lebih dan disitulah fitur premium di Evernote masuk untuk memuaskan penggunanya.
Fitur premium di Evernote tidak diset sembarangan agar fitur yang ditawarkan memang benar-benar dibutuhkan oleh power user dan memang layak untuk dibayar. Untuk fitur premiumnya, Evernote menawarkan fitur mulai dari offline notebook, kolaborasi pembuatan catatan, hingga kapasitas catatan yang lebih besar.
Dalam mengimplementasikan model monetasi langganan, biasanya yang saya temukan menggunakan 3 skema harga dengan masing-masing skema harga diatur sedemikian rupa. Misal ada 3 skema harga untuk menggunakan sebuah aplikasi chatting: skema 1 (Rp. 500 per hari), skema 2 (Rp. 3.000 per minggu), skema 3 (Rp. 9.000 per bulan).
Bisa dilihat bahwa jika dihitung-hitung membeli skema 2 atau skema 3 lebih murah dibandingkan membeli skema 1, hal ini agar pengguna lebih mau untuk membeli skema yang jangka panjang dan juga menjadi pengguna loyal. Beda dengan skema 1 yang walaupun jika ditotal dalam 1 bulan pengembang aplikasi sebetulnya mendapat lebih banyak tapi belum tentu pengguna akan membayar tiap hari.
Kebanyakan toko aplikasi besar sudah memiliki layanan billing tersendiri agar pengembang aplikasi dapat mengimplementasikan model langganan ini. Khusus di Google Play, pengembang aplikasi asal Indonesia belum bisa menggunakan layanan billing dari Google Play. Untuk mengatasi ini bisa dengan menggunakan layanan billing dari pihak ketiga.
Sebetulnya untuk menentukan harga, baik itu untuk model monetasi langganan maupun yang lainnya ada ilmu tersendiri. Tiap sistem billing juga memiliki peraturan tersendiri. Untuk lebih detail lebih mendalam tentang penentuan harga, akan dibahas di artikel yang lain di TeknoJurnal.
[foto ilustrasi langganan oleh Shutterstock]
Cisco mengungkapkan tiga kerentanan dalam layanannya. Ini dia penanganannya!
Ini ulasan mengenai keuntungan OptimalCloud Partner Platform, platform baru milik Optimal idM!
Google kenalkan dua koleksi baru dari Coral. Dua koleksi baru ini bakal menambah kemampuan pengembangan…
Raksasa Google baru saja mengembangkan sistem pemindaian kanker payudara berbasis kecerdasan buatan. Bagaimana hasilnya, berikut…
Meski dikenalkan bersamaan dengan Android 10 Beta, sampai kini Bubbles Notifications masih dalam tahap pengembangan.…
Samsung akan kembali memamerkan hasil program C-Lab ke ajang CES 2020. Ini dia proyek dan…