Pertama kali saya melihat produk-produk keluaran dari Educa Studio, saya langsung terkesima dengan studio game dari Salatiga ini. Educa Studio hingga saat ini konsisten mengeluarkan produk-produk aplikasi pendidikan yang ditujukan untuk anak-anak dan dikemas dengan menarik.
Educa Studio telah merilis lebih dari 100 produk dan meraih banyak penghargaan dari berbagai macam acara atau kompetisi bergensi seperti juara dua di Increfest 2012, meraih gelar Rock Star Pro Developer nomor 1 di Rock Star Dev 2013, dan juara pertama di INAICTA 2013.
Jika berbicara tentang Educa Studio, kita perlu untuk mengenal lebih lanjut pionir dari perusahaan ini yaitu Andi Taru, seorang pria kelahiran tahun 1987 di Tuntang provinsi Jawa Tengah yang kini menjabat CEO sekaligus pendiri di Educa Studio.
Andi Taru – Sosok di Balik Educa Studio
Timeline
2008: Cikal bakal Educa Studio mulai dibentuk, game MARBEL pertama dibuat.
1 April 2011: Educa Studio resmi didirikan dan Andi Taru mulai fokus total di Educa Studio.
2012: Educa Studio ekspansi ke bidang aplikasi dan game untuk platform mobile
2013: Educa Studio memperlebar jangkauan platform mobile mereka ke Android, Windows Phone, Nokia, iOS dan BlackBerry
Juli 2013: Educa Studio pertama kali menghasilkan pendapatan dari produk mereka
November 2013: Keluarga aplikasi pendidikan CERI lahir
Andi Taru ingin mempermudah dan mempermurah akses ke konten-konten pendidikan bagi masyarakat umum melalui Educa Studio
Andi Taru sudah mulai mengimpikan ingin membuat perusahaan sendiri sejak tahun 2008 silam yang nantinya menjadi cikal bakal berdirinya Educa Studio. Saat itu ia masih dalam masa perkuliahan di Fakultas Teknik Informatika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
Berawal dari impian tersebut, ia langsung membeli domain educastudio.com. Sesuai dengan namanya, Andi memilih nama Educa Studio karena ia ingin membuat sebuah perusahaan yang menyediakan konten-konten pendidikan yang bermanfaat dan dapat digunakan secara gratis.
Mahalnya pendidikan di Indonesia adalah alasan utama kenapa Andi Taru ingin produk aplikasi pendidikan perusahaannya dirilis secara gratis. Ia ingin mempermudah dan mempermurah akses ke konten-konten pendidikan bagi masyarakat umum.
Awalnya, Andi tidak memikirkan sisi bisnis dari Educa Studio. Namun sejalan dengan perkembangan perusahaannya, perlahan-lahan Educa Studio menjadi perusahaan yang tidak hanya dapat mengeluarkan produk-produk aplikasi pendidikan yang berkualitas namun juga mendapatkan pemasukan dari produk-produk tersebut.
Sebelum Fokus di Educa Studio
Produk yang Andi Taru buat awalnya bukan tentang edukasi tapi berupa game berjenis shoot’em up. Game yang ia buat tersebut pernah memenangkan kejuaraan namun Andi belum puas karena ia berpikir game semacam itu kurang memberikan manfaat bagi anak-anak.
Beranjak dari pemikiran tersebut, ia mulai belajar membuat game dengan tema pendidikan. Dari pembelajaran tersebut, Andi berhasil membuat game pendidikan pertama dia (dan menjadi game pertama dari seri MARBEL).
Game MARBEL pertama buatan Andi berupa game untuk desktop PC dan sudah mengalami kesuksesan di awal perilisannya. Game tersebut dalam kurun waktu 1 bulan sudah diunduh oleh 4.000 orang. Dari sinilah Andi Taru akhirnya semakin menyadari passion-nya, yaitu di bidang pendidikan.
Selain mengembangkan game, Andi Taru dari awal memang senang berbagi ilmu dan mengajar. Ia pernah mendirikan tempat kursus gratis untuk Java dan Android, javaclopedia.com, yang masih aktif hingga saat ini. Selain itu juga ia pernah membuat buku tentang pengembangan game yang 3 di antaranya pernah meraih status best seller.
Perjalanan Educa Studio
Andi Taru tidak semerta-merta langsung mendirikan Educa Studio secara resmi. Sebelumnya, ia juga pernah mendirikan sebuah perusahaan namun karena karena permasalahan dengan visi dan misi perusahannya, ia memutuskan untuk keluar dan kembali meneruskan mimpinya di bidang pendidikan.
Educa Studio baru resmi didirikan dan difokusi oleh Andi Taru pada tanggal 1 April 2011, sekitar 3 tahun sejak petama kali ide tentang Educa Studio muncul. Awalnya di Educa Studio, Andi Taru hanya sendirian. Namun setelah ia menikah, istrinya turut bergabung di Educa Studio dan kini berperan sebagai COO, desain game, dan quality assurance di Educa Studio.
Perlahan-lahan, Andi Taru mengembangkan timnya dari yang awalnya hanya dia sendiri menjadi tim dengan total 8 anggota dengan berbagai macam peran.
Menghadapi Rintangan
Di awal-awal terbentuknya Educa Studio, mereka belum mempunyai kantor permanen sehingga untuk sementara masih harus kontrak. Selain itu juga mereka masih minim pengalaman dalam membuat game pendidikan. Mereka hanya memiliki pengalaman membuat game Marbel versi PC pada tahun 2008 lalu.
Koneksi Internet yang tidak memadai juga pernah menjadi rintangan bagi Educa Studio. Hal ini mungkin tidak masalah bagi mereka yang tinggal di pusat kota besar, namun di kota Salatiga di mana Educa Studio berada, kondisi jaringan Internet masih memprihatinkan. Baru belakangan ini Educa Studio bisa mendapatkan koneksi Internet yang bagus untuk mendukung pekerjaan.
Satu rintangan yang penting untuk disimak dari Educa Studio adalah permasalahan mereka dengan Google AdMob, salah satu jaringan iklan yang mereka gunakan untuk memonetasi produk-produk aplikasi mobile mereka.
Masalah dengan Google AdMob
[Ilustrasi “banned” oleh Shutterstock]
Salah satu masalah besar yang dihadapi Educa Studio adalah ketika akun AdMob mereka, yang dijadikan salah satu sumber pemasukan Educa Studio, diblok oleh Google. Educa Studio dianggap melakukan kecurangan oleh Google walaupun dari Educa Studio sendiri mereka merasa tidak melakukan kecurangan.
Kasus pemblokiran akun AdMob seperti ini sering terjadi melihat Google semakin agresif memblok akun Google dan sepertinya mereka menggunakan bot dalam menentukan siapa yang layak untuk diblokir.
Educa Studio menerka-nerka alasan dibalik ini mungkin karena mereka telah merilis aplikasi Android di Google Play dengan angka yang cukup banyak (lebih dari 80 aplikasi) dan aplikasi-aplikasi tersebut memiliki retention rate yang cukup bagus.
Karena mereka merasa tidak melakukan kecurangan, Educa Studio mencoba mengontak Google dan mereka menjelaskan secara detail tentang aplikasi-aplikasi mereka seperti arsitektur dan metode yang mereka gunakan.
Sekarang, berkat komunikasi mereka dengan Google masalah ini sudah selesai dan akun AdMob bereka sudah diaktifkan lagi. Dari kasus ini, Andi Taru mengambil hikmah bahwa masalah dapat diselesaikan dengan baik selama kita jujur. Jika tidak jujur seperti menggunakan cara-cara ilegal non-organik untuk meningkatkan pendapatan dari AdMob, itu tentuk tidak bisa ditoleransi.
Fokus di Aplikasi Pendidikan
Hingga saat ini, Educa Studio telah merilis lebih dari 120 aplikasi pendidikan di berbagai macam platform. Kebanyakan aplikasi mereka ditujukan untuk platform Android. Tidak ada alasan spesial sebetulnya kenapa Educa Studio lebih produktif di platform Android, mereka memilih platform tersebut karena memang kebanyakan anggota tim Educa Studio lebih menguasai pengembangan aplikasi platform Android dibanding yang lainnya.
Produk-produk aplikasi pendidikan buatan Educa Studio sebetulnya terbagi menjadi 2 keluarga aplikasi: MARBEL (Mari Belajar Sambil Bermain) dan CERI (Cerita Anak Interaktif).
MARBEL (Mari Belajar Sambil Bermain)
Keluarga aplikasi MARBEL adalah keluarga aplikasi pertama dari Educa Studio. MARBEL saat ini sudah terdiri dari puluhan aplikasi yang masing-masing fokus di berbagai macam bidang pendidikan mulai dari pendidikan agama, matematika, hingga pendidikan soal masak memasak.
Kebanyakan aplikasi pendidikan di seri MARBEL ditujukan untuk anak-anak namun ada juga beberapa aplikasi yang ditujukan untuk pengguna remaja atau dewasa seperti aplikasi Marbel Guitar Arpeggio untuk belajar teknik gitar Arpeggio dan aplikasi Marbel Rumus Matematika SMP.
Dari semua aplikasi yang ada di keluarga MARBEL, aplikasi Marbel Belajar Mengaji adalah yang paling populer dan sudah diunduh lebih dari 500.000 kali. Sesuai dengan nama aplikasinya, Marbel Belajar Mengaji membantu anak-anak dalam mengaji secara digital.
Meskipun Educa Studio telah banyak merilis aplikasi keluarga MARBEL, bukan berarti aplikasi-aplikasinya memiliki kualitas yang biasa-biasa saja atau sedikit yang sukses menarik unduhan. Hasil pengecekan di Google saja, saya menemukan 8 aplikasi telah diunduh lebih dari 100.000 kali dari 77 aplikasi mereka di Google Play.
Selain itu rating aplikasi-aplikasi Marbel hampir semuanya mendapatkan rating bintang 4 lebih dari pengguna Google Play. Respon-respon positif tentang aplikasi keluarga MARBEL di Google Play pun banyak ditemukan di bagian komentar terutama dari kalangan orang tua yang merasa terbantu dalam memberi konten pendidikan ke anak mereka.
CERI (Cerita Anak Interaktif)
CERI merupakan keluarga aplikasi pendidikan terbaru dari Educa Studio. Bedanya dengan MARBEL, CERI lebih fokus di penggabungan antara cerita anak dengan animasi dan permainan edukasi. Saat ini, baru ada satu aplikasi keluarga CERI yaitu aplikasi Ceri Bawang Merah Bawang Putih.
Dengan CERI, anak-anak dapat membaca cerita untuk anak-anak yang sarat dengan pesan-pesan moral secara interaktif sehingga anak-anak tidak cepat bosan. CERI juga menyediakan narasi otomatis untuk membantu anak-anak yang masih belum dapat membaca.
Selain membaca cerita, anak-anak di CERI juga dapat memainkan permainan edukatif untuk semakin mengasah pendidikan mereka. CERI juga karena mengangkat cerita rakyat, berguna juga untuk melestarikan cerita rakyat yang kini sudah semakin tergeser oleh pegerakan zaman.
Strategi Pengembangan Aplikasi
Banyaknya aplikasi yang dihasilkan oleh Educa Studio dalam kurun waktu hanya sekitar 2 tahun tidak lepas dari penggunaan engine untuk membantu pengembangan aplikasi mereka. Mereka menggunakan beberapa engine seperti AndEngine dan Cocos2D. Mereka juga memiliki engine tersendiri yang ditujukan untuk pengembangan aplikasi di platform Java ME.
Menggunakan engine yang sudah ada tentu lebih mudah daripada harus mengkoding aplikasi dari awal tiap membuat aplikasi baru. Namun begitu beberapa aplikasi buatan Educa Studio ada juga yang menggunakan native OpenGL.
Karena Educa Studio kebanyakan bersifat interaktif, mereka juga memanfaatkan berbagai macam teknologi pendukung seperti contohnya audio digital. Untuk soal audio, Educa Studio memanfaatkan sumber daya yang ada di sekitar mereka seperti anggota tim mereka sendiri untuk membuat musik latar dan menggunakan suara dari adik Andi Taru untuk direkam dan kemudian digunakan di aplikasi mereka. Selain memanfaatkan sumber daya sekitar, Educa Studio juga meng-outsource kebutuhan mereka untuk beberapa hal.
Setelah aplikasi selesai mereka buat, tentu mereka harus melakukan pemasaran agar aplikasi-aplikasi mereka digunakan oleh banyak orang. Banyak hal yang Educa Studio lakukan untuk melakukan pemasaran ini mulai dari aktif di jejaring sosial, forum, perbanyak kerja sama, dan banyak lainnya. Semua yang bisa mereka kerjakan untuk pemasaran aplikasi, mereka lakukan.
Mendapatkan Uang dari Aplikasi
[Ilustrasi oleh Shutterstock]
Strategi Educa Studio dalam mendapatkan uang dari aplikasi itu sederhana: “Just do it!” – Andi Taru
Strategi Educa Studio dalam mendapatkan uang dari aplikasi yang mereka buat menurut Andi Taru sebetulnya sederhana, “Just do it!”. Mereka perlahan-lahan secara organik berkembang dari yang tadinya masih buta soal mencari uang dari aplikasi hingga menjadi seperti sekarang.
Untuk soal dari mana Educa Studio bisa mendapatkan uang dari aplikasi yang mereka buat, Andi mengatakan ada 3 model monetasi yang mereka gunakan: sponsor, iklan, dan donasi.
Sponsor
Dari sponsor, Educa Studio tidak melulu hanya mendapatkan dana. Kerja sama dengan sponsor bisa juga dalam bentuk misal Educa Studio menampilkan iklan tentang sponsor tersebut dan si sponsor memberikan mereka semacam fasilitas, media, atau lainnya. Secara konsep Educa Studio menawarkan kerja sama win-win solution dengan sponsor mereka. Apapun bentuk kerja sama antara Educa Studio dengan sponsor, yang penting bagi mereka adalah untuk memperluas penggunaan produk buatan mereka.
Iklan
Iklan memang terlihat tidak seksi bagi sebagian orang dan beberapa bahkan meremehkan model monetasi melalui iklan. Apalagi, saat ini model monetasi untuk aplikasi mobile yang paling populer adalah in-app purchase. Namun, Educa Studio berhasil memanfaatkan iklan untuk produk-produk aplikasi mereka.
Saat ini, Educa Studio menggunakan beberapa layanan penyedia iklan untuk platform-platform tertentu. Mereka menggunakan AdMob dan Vserv untuk platform Android dan iOS. Untuk di Windows Phone, mereka menggunakan Smaato.
Andi Taru mengatakan bahwa penghasilan dari iklan sangat tergantung dari jumlah pengguna yang aktif dan juga faktor-faktor penting lainnya. Namun, melihat aplikasi-aplikasi Educa Studio memiliki retention rate yang tinggi, tidaklah aneh jika mereka berhasil mendapatkan pemasukan dana yang cukup besar dari iklan.
Sejauh ini menurut Andi Taru, dari ketiga model monetasi yang Educa Studio gunakan kesemuanya berimbang dari segi pendapatan. Untuk mendapatkan pendapatan dari produk mereka juga Educa Studio perlu proses yang panjang, baru pada bulan Juli 2013 Educa Studio berhasil mendapatkan pendapatan dari produk mereka.
Kini, Educa Studio diperkirakan akan mendapat total pemasukan dana sekitar ratusan juta rupiah dalam waktu satu tahun dari produk-produk mereka. Mereka juga sudah fokus total di pengembangan produk-produk mereka dan sudah tidak mengerjakan proyekan lagi. Hingga saat ini mereka belum ada investor karena mereka ingin berusaha sendiri terlebih dahulu dan belum menemukan yang memiliki visi dan misi yang sama.
Dalam waktu satu tahun, Educa Studio diperkirakan mendapat total pemasukan dana sekitar ratusan juta rupiah
Selanjutnya…
Ke depannya, Educa Studio tidak ingin hanya menjadi pengembang aplikasi saja namun mereka juga ingin berkembang menjadi penerbit, mediator, dan fasilitator di bidang pendidikan. Mereka ingin pendidikan di Indonesia tersentuh oleh teknologi secara merata.
Mereka terbuka untuk kerja sama dengan pihak lain seluas-luasnya selama pihak tersebut memiliki visi misi yang sama dengan Educa Studio yaitu mewujudkan pendidikan di Indonesia yang lebih baik tanpa campur tangan bisnis yang kaku.